RESENSI
--------------------------------------------------------------------
Judul:
Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah
Penulis:
Prof. Dr. Edi Sedyawati
Penerbit:
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006
Tebal:
XVII + 432 halaman
-----------------------------------------------------------------
Ilmu-ilmu budaya merupakan kelompok ilmu yang memelajari hasil-hasil pemikiran manusia. Oleh banyak pihak, ilmu-ilmu budaya juga sering disebut humaniora. Termasuk ke dalam ilmu-ilmu budaya antara lain Filsafat, Linguistik, Filologi, Ilmu Hukum, Ilmu Kesusastraan, Arkeologi, Ilmu Sejarah, dan Ilmu-ilmu Seni.
Sementara itu, budaya Indonesia adalah pengetahuan budaya tentang Indonesia. Istilah Indonesia dapat dipahamkan sebagai pembatas wilayah maupun sebagai pokok bahasan. Tentulah tidak dapat dielakkan kalau cakupan suatu wilayah hanya meliputi sebagian (kecil) saja dari negara kita. Namun, tidak tertutup kemungkinan cakupan wilayah bisa melampaui batas-batas negara Indonesia masa kini. Hal ini pernah tergambar dari cakupan kerajaan Majapahit atau Sriwijaya beberapa abad lampau yang mencapai luar Indonesia, sebagaimana disebutkan sumber-sumber sejarah.
Oleh karena itu dalam ilmu-ilmu budaya pokok bahasan “yang Indonesia” lebih ditentukan oleh ciri-ciri kebentukan ataupun teknologi yang menandai budaya atau “bikinan Indonesia”. Artinya, benda-benda tersebut dibuat di wilayah Indonesia sekarang ini, meskipun tempat penemuannya dapat saja di luar Indonesia. Contohnya adalah arca-arca perunggu dengan ciri-ciri Jawa Tengah masa Mataram Kuno yang ditemukan di Nalanda, India. Tinggalan-tinggalan seperti itu masuk sebagai hasil budaya Indonesia yang pembahasannya dilakukan oleh studi arkeologi Indonesia.
Di samping itu, sering kali dijumpai temuan-temuan di lapangan yang memberikan petunjuk bahwa benda tersebut dibuat di luar Indonesia. Misalnya, sejumlah keramik (dari China, Thailand, Vietnam, dll) dan arca (umumnya bergaya India). Dalam hal ini temuan-temuan tersebut juga dimasukkan ke dalam objek studi arkeologi Indonesia. Ini karena benda-benda tersebut, meskipun bukan “bikinan Indonesia”, pernah digunakan atau mempunyai arti bagi manusia sezaman yang tinggal di Indonesia. Itulah bagian awal yang diperkenalkan oleh Edi Sedyawati, penulis buku ini.
Selanjutnya Edi mengajak pembaca untuk mengenal lebih dekat budaya Indonesia, berdasarkan kajian arkeologi, seni, dan sejarah. Meskipun buku tersebut merupakan kumpulan makalah yang bersifat nasional dan internasional, tetapi tetap merupakan hasil pemikiran dan pengkajian atas berbagai permasalahan dalam kerangka ilmu-ilmu budaya.
Empat kelompok
Edi Sedyawati dikenal sebagai arkeolog yang mendalami seni arca (ikonografi), epigrafi (tulisan kuno), filologi (naskah kuno), dan sejarah kesenian khususnya seni tari. Karena mempunyai banyak keahlian, maka banyak hal dipaparkan dalam buku tersebut. Apalagi pengalamannya sebagai Direktur Jendral Kebudayaan semakin memahami budaya Indonesia dengan segala permasalahannya. Pada dasarnya pokok kajian Edi dalam buku ini dibagi ke dalam empat kelompok.
Kelompok pertama adalah yang terpusat pada disiplin arkeologi, yaitu ilmu yang mengkaji masa lalu dari tinggalan-tinggalan artefaktual. Bagian ini diberi label “Arkeologi dan Perluasannya”, terdiri atas 18 topik, mulai dari masa prasejarah, Hindu/Buddha hingga Islam. Periode-periode tersebut umum dikenal dalam arkeologi Indonesia. Bisa kita simak sejumlah topik tersebut: Arkeologi Indonesia dalam Perspektif Global, Arkeologi dan Ilmu-ilmu Mitranya, Menuju Arkeologi Maritim Indonesia, dan Estetika dalam Kajian Kebudayaan.
Kelompok kedua adalah “Teks dan Sastra”, memusatkan perhatian pada kajian teks, termasuk inskripsi pendek yang tertulis pada arca ataupun dinding candi dan teks yang berkaitan khusus dengan kesusastraan. Ada delapan topik dibahas di sini, antara lain Ikonografi dan Teks, Pernaskahan dan Arkeologi, Epigrafi: Ajakan untuk Tekun dan Cermat, dan Penataan Tubuh dalam Kebudayaan Jawa.
Kelompok ketiga adalah “Seni Pertunjukan”, merupakan telaah dari berbagai naskah kuno dan relief candi. Bagian ini memuat enam topik, di antaranya Sejarah Seni Pertunjukan, Metode Penelitian Tari, dan Pendidikan Seni: Tujuan dan Cakupan Isinya.
Kelompok keempat terpusat pada masalah kesejarahan dengan berbagai aspeknya. Bagian ini diberi label “Sejarah”, mencakup 13 topik, seperti Sejarah Kebudayaan Indonesia dan Keanekaragaman Budaya, Tinjauan Atas Bahan Ajar Pelajaran Sejarah, Sistem Budaya Masa Jawa Kuno, dan Pewarisan Nilai dalam Masyarakat Jawa.
Edi Sedyawati menyajikan buku ini dengan sangat menarik dan memikat para pembaca. Itulah salah satu kelebihan Edi, mengingat sudah sejak lama Edi banyak menulis di media massa. Karena itu bahasanya ringan dan populer, tidak seperti ilmuwan-ilmuwan lain yang kaku, bertele-tele, dan terlalu ilmiah. Jarang ada istilah teknis yang disajikan Edi sehingga mudah dicerna masyarakat awam.
Menariknya lagi, sejumlah 45 pokok bahasan dikemukakan dengan menampilkan data baru. Sekurangnya Edi melihat sejumlah data yang sudah tersedia dalam sorotan permasalahan baru atau dalam keterkaitan baru. Kemudian masalah-masalah tersebut dikaitkan relevansinya dengan masa kini.
Hadirnya buku ini bermanfaat untuk mengisi kebutuhan bacaan bagi mahasiswa. Bahan-bahan tersebut kiranya sangat mendukung dan bermanfaat bagi perkuliahan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (dulu Fakultas Sastra) UI, tempat Edi mengajar. Ini mengingat berbagai mata kuliah terkait dengan hasil kajian dan pemikiran sang penulis. Misalnya saja Sejarah Kebudayaan Indonesia, Kesenian dan Masyarakat Indonesia, Pengantar Arkeologi, Pengantar Filologi, Kesusastraan Jawa Kuno, Manajemen Sumber Daya Budaya, Seni Pertunjukan Kuno Indonesia, Ikonografi Hindu-Buddha, dan Sejarah Kesenian.
Bagi masyarakat awam, diharapkan buku ini mampu memperkenalkan budaya Indonesia umumnya dan arkeologi khususnya secara lebih mendalam. Dengan demikian bisa untuk membangkitkan minat masyarakat terhadap kelestarian budaya Indonesia.
Dari tangan seorang arkeolog plus atau arkeolog serba bisa ini, kajian ilmiah yang diungkapkannya tidak kering, bahkan memiliki banyak dimensi. Kita pun seakan dibawa ke dunia “lain”, dari dunia yang jauh di belakang hingga dunia masa kini dan masa mendatang. (DJULIANTO SUSANTIO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar