Dulu, negeri Indonesia kaya akan emas, sebagaimana disebut-sebut berbagai sumber kuno. Emas telah dikenal masyarakat Indonesia ribuan tahun yang lalu dan semakin populer setelah masyarakat berhasil menyempurnakan teknik peleburan bijih logam.
Diperkirakan logam mulia tersebut telah ada sejak tradisi megalitik, sekitar tahun 3000 hingga 2000 SM. Pendukung tradisi itu antara lain ditemukan di Nias. Di sana emas dan perhiasan merupakan perangkat penting untuk mengadakan owasa (pesta) karena emas dianggap mempunyai hubungan erat dengan “dunia atas” (alam baka) dan sebagai “pemberi hidup”.
Bahkan emas dianggap mempunyai cahaya kuat dan magis. Setiap kesempatan owasa, apa pun tujuannya, sering kali berhubungan dengan pendirian berbagai monumen. Untuk itu selalu diperlukan emas, sehingga tradisi megalitik dan emas tidak dapat dipisahkan (Sejarah Nasional Indonesia Jilid I, 1984).
Barang-barang terbuat dari emas banyak dijumpai pada sejumlah situs arkeologi, terutama di Jawa Barat dan Bali. Di tempat lain emas dikenal lebih belakangan, yakni pada akhir masa perundagian atau pada masa logam akhir sekitar tahun 500 SM.
Di Kalimantan kemungkinan besar perhiasan emas pertama kali dikenakan oleh Suku Dayak Biaju, berasal dari sekitar tahun 2000 SM. Gelang dan cincin banyak ditemukan dalam situs-situs purba di daerah itu.
Kitab Kuno
Dari berbagai kitab agama dan karya sastra kuno, nama Indonesia sebagai “Negeri Emas” juga sering disinggung. Dalam kitab Perjanjian Lama disebutkan sekitar tahun 1500 SM, Raja Sulaiman pernah mengirimkan ekspedisi ke Ophir (Ofir). Dari situ ekspedisi membawa 420 talenta emas. Pada 945 Raja Sulaiman (berbeda dengan Raja Sulaiman di atas) mengirim lagi kapal-kapalnya ke Ofir untuk mencari emas.
Menurut geolog Prof. S. Sartono dalam sebuah tulisannya, Ofir dikenal sebagai daerah yang kaya akan emas dan juga dianggap suatu daerah emas milik Raja Sulaiman. Mungkin Ofir terletak di Sumatera karena di daerah Tapanuli Selatan terdapat pegunungan Ofir. Di sebelah Timur Ofir ditemukan lagi gunung lain, Gunung Amas (Gunung Emas).
Banyaknya emas di Indonesia, tak luput dari perhatian orang-orang Yunani. Kitab Periplous tes Erythras thalasses dari masa awal Masehi, menyebut suatu tempat bernama Chryse yang berarti emas. Negeri ini terletak di sekitar Samudera Hindia yang menurut para pakar tidak lain adalah Indonesia.
Berita lain berasal dari kitab Geographike Hyphegesis karya Ptolomeus. Sungguh menarik kajian dari kitab ini karena di dalamnya disebutkan nama-nama tempat, seperti Argyre Chora (Negeri Perak), Chryse Chora (Negeri Emas), dan Chryse Chersonesos (Semenanjung Emas). Kitab itu juga menyebutkan nama Iabadiou (Pulau Jelai). Dugaan kuat menyatakan istilah Iabadiou identik dengan Yawadwipa dalam bahasa Sansekerta. Yang belum jelas adalah Yawadwipa itu Pulau Jawa atau bukan.
Perdagangan
Sebagai negara kaya, waktu itu Indonesia banyak berhubungan dagang dengan India, China, dan banyak negara lain. Peranan Indonesia dinilai amat penting. Terbukti barang-barang Indonesia mendapat tempat di pasaran internasional.
Berita dari dinasti Tang di China (618-906) mengatakan daerah Ho-ling (mungkin kerajaan Kalingga) telah menjalin hubungan dagang dengan China mulai abad ke-5. Barang-barang dari Indonesia yang paling disukai masyarakat China adalah emas, perak, dan kulit penyu.
Adanya negeri penghasil emas juga pernah dikemukakan seorang musafir China, I-tsing. Emas terbanyak dihasilkan oleh kerajaan Sriwijaya, begitu katanya. Para pakar menafsirkan bahwa emas tersebut diperoleh dari Lang-p’o-lu-ssu (Barus). Selama beberapa abad Sriwijaya sering dijuluki Negeri Emas, Pulau Emas, dan Kota Emas.
Catatan China lainnya menyebutkan kerajaan Koying sebagai penghasil emas dan batu mulia. Koying, katanya, merupakan suatu pelabuhan yang terletak di tepi pantai teluk Wen, menjorok ke arah Bukit Barisan.
Dokumen Arab dan Portugis
Kekayaan emas Indonesia banyak terdengar ke mana-mana. Dokumen Arab mengatakan kalau kerajaan Zabag (Muara Sabak) dan Zarbosa menguasai pertambangan emas dan perak. Diberitakan pula, Pulau Nias kaya akan emas sehingga para pedagang Portugis berusaha mencari emas di pulau itu. Kalah dan Sribuza, selain kaya tambang emas, juga penghasil timah terbesar.
Gambaran lain diberikan oleh sumber Portugis, terutama catatan Tome Pires. Konon Barus, Padir, Tikim, Indragiri, Pariaman, dan Kampar merupakan pelabuhan ekspor emas ke Portugis. Ditambahkan oleh sumber itu, Pulau Sumatera sangat kaya akan emas sehingga orang China menjulukinya Kintcheou (Pulau Emas).
Dari berbagai sumber kuno tergambar jelas bahwa tambang emas ada di mana-mana. Ekspor emas ke mancanegara begitu banyak, sehingga negeri kita mendapat julukan Negeri Emas, Pulau Emas, atau Kota Emas. Sayang, julukan demikian makin hari makin meredup. Ini disebabkan emasnya juga makin hilang, sehingga tak ada lagi kemakmuran yang bisa dinikmati masyarakatnya. Malah sekarang tambang-tambang emas Indonesia dikuasai pihak asing, sehingga julukan yang pantas untuk negeri kita sekarang adalah “Negeri Emas yang Memudar”. (DJULIANTO SUSANTIO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar